Oleh: Adiwarman A Karim
Kadang, kita bersorak ketika negara-negara Barat yang dianggap mewakili sistem kapitalisme terperosok ke dalam jurang krisis. Kita pun bersorak ketika Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur terperosok ke dalam jurang kehancuran.
Kadang, kita terlalu bersemangat mengatakan, inilah tanda zaman the end of capitalism atau the end of socialism. Tak kurang semangat, kita pun mengatakan, inilah tanda-tanda bangkitnya ekonomi syariah. Krisis subprime mortgage, yang skalanya berlipat ganda karena transaksi derivatif, diperkirakan akan memukul kurs mata uang berbagai negara terhadap dolar AS melalui merosotnya cadangan dolar AS di masing-masing negara tersebut. Posisi AS sebagai negara importir modal terbesar, yang menguasai lima puluh persen dari total modal yang diimpor, membuat volatilitas dolar AS menjadi volatilitas berbagai mata uang lainnya.
Keadaan ini kadang mendorong kita kehabisan kesabaran dan menawarkan mata uang dinar yang terbuat dari emas sebagai pengganti dolar AS, rupiah, bahkan mata uang apa pun yang tidak terbuat dari emas. Wacana kembalinya sistem Bretton Wood, yang mengaitkan nilai uang dengan emas, menambah semangat untuk kembali ke mata uang dinar.
Sering kali semangat untuk menawarkan ide-ide ekonomi syariah berhenti pada tataran ide besar, tanpa upaya yang cukup untuk menjabarkan mekanisme perinci. Padahal, tantangan besarnya justru terdapat pada bagaimana menerjemahkan nilai-nilai syariah dalam rangkaian mekanisme kerja perinci yang lazim diungkapkan sebagai the devil is in details.
Tidak ada keraguan sedikit pun akan kebenaran ekonomi syariah yang pernah mendominasi dunia selama delapan ratus tahun pada abad pertengahan. Namun, berbagai pemikiran dan pengalaman ekonomi syariah yang dimulai sejak tahun tujuh puluhan belum dapat memenuhi kebutuhan perincian mekanisme kerja tersebut. Dengan kesadaran objektif ini, ada dua sikap yang perlu dikembangkan. Pertama, mulailah menerapkan ekonomi syariah sekecil apa pun yang kita ketahui karena Allah berjanji, "Amalkan yang apa kalian ketahui. Maka, akan Aku beri tahu apa yang kalian tidak ketahui'. Kedua, belajarlah dari mana pun tentang mekanisme kerja perinci sistem ekonomi karena Rasulullah SAW mengingatkan, 'Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.'"
Penurunan cadangan devisa Indonesia sebesar 4,1 miliar dolar AS sejak 7 Oktober memerlukan langkah konkret pemecahan masalah. Malaysia yang sering dijadikan rujukan keberhasilan ekonomi syariah malah mengalami penurunan devisa 12,9 miliar dolar AS sepanjang September. Nilai teoretis kurs dolar AS terhadap rupiah dengan data neraca sistem moneter, necara pembayaran, dan APBN tidak lebih dari 9.500 rupiah. Secara teoretis, perbandingan Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic Asset (NDA) dalam neraca sistem moneter akan menentukan kurs teoretis rupiah terhadap dolar AS.
Melepas cadangan devisa untuk intervensi pasar dengan menjual dolar AS dan memborong rupiah akan menguatkan nilai rupiah namun juga akan mengeringkan likuiditas pasar. Pilihan sulit memang. Bila dibiarkan, banyak likuiditas yang berada di luar BI akan membuka peluang digunakannya rupiah untuk spekulasi. Bila disedot likuiditas ke BI, pasar akan kekurangan dorongan untuk menaikkan suku bunga antarbank.
Dalam pandangan ekonomi syariah, ada tiga nilai utama untuk mengatasi hal ini. Pertama, transaksi valas dibatasi hanya dalam bentuk spot. Kedua, hedging mata uang dianjurkan, namun dibatasi hanya untuk memenuhi kebutuhan transaksi riil, misalnya ekspor impor. Ketiga, instrumen hedging tidak dapat diperdagangkan karena tidak ada ma'kud alaih (ada uang ada barang)-nya.
Ketiga nilai utama tersebut berasal dari prinsip dasar ma'kud alaih. Prinsip ini mencegah perdagangan uang yang akan memicu spekulasi. Transaksi forward dan swap dalam valas, apalagi transaksi futures, akan membuat setiap pelakunya membuat prediksi kurs sehingga kurs tidak lagi ditentukan pada nilai tukar objektifnya. Tidak adanya pembatasan hedging untuk kebutuhan transaksi riil mendorong volume hedging jauh lebih besar dari kebutuhan sebenarnya. Perdagangan instrumen hedging telah mengubah tujuan awalnya untuk berlindung dari gejolak kurs menjadi tujuan mengambil keuntungan dari gejolak kurs.
Melayani permainan spekulan valas dengan melakukan intervensi pasar hanya akan menambah semangat spekulan. Bila saja necara otoritas moneter masih demikian dominannya terhadap neraca sistem moneter, intervensi pasar memang efektif menjaga stabilitas rupiah. Namun, dalam era globalisasi sekarang ini, kekuatan pasar jauh lebih besar sehingga efektivitasnya jauh berkurang.
Bukan saatnya kita menyoraki atau mendoakan kehancuran sistem kapitalisme karena Rasulullah SAW tidak mencontohkan hal itu. Tugas kita menebarkan rahmat dan kasih sayang Allah di muka bumi ini dengan menjalankan nilai-nilai ekonomi syariah. Cahaya kebenaran akan memancar dan memberi inspirasi bagi dunia. Kapitalisme yang asli telah lama mati, sosialisme yang asli juga telah mati. Kemampuan kapitalisme dan sosialisme belajar, termasuk dari Islam, lalu mengubah wajahnya berulang kali membuat mereka tetap hidup. Juga, kali ini.
Betapa sedihnya dunia ketika Bani Abbasiyah di Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol. Bukan saja mayat-mayat ditumpuk dan dijadikan menara, bahkan khazanah keilmuan Islam habis dibakar sampai sungai pun berubah hitam karena tinta buku-buku. Bencana kemanusiaan yang dahsyat, terlebih lagi bencana peradaban yang membuat dunia keilmuan mundur ratusan tahun. Namun, Allah Yang Mahakuasa telah menyiapkan rencana besar. Conquer was conquered by the land, sang penaluk ditaklukkan oleh tanah yang ditaklukkan. Tidak lebih dari sepuluh tahun, pasukan Mongol yang gagah berani terperangah oleh indahnya cahaya Islam dan menjadi penerus generasi kejayaan Islam.
Biarlah kapitalisme dan sosialisme belajar dari keindahan ekonomi syariah, terinspirasi darinya, dan mengubah wajahnya menjadi sistem ekonomi yang lebih mendekati nilai-nilai syariah.
Senin, 22 Desember 2008
Ma'kud Alaih Keuangan Global
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar