Minggu, 07 Juni 2009

Nasib Lembaga Amil Zakat di Indonesia


Oleh: Almisar Hamid
(Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta)

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama Maftuh Basyuni, pemerintah berencana akan merevisi UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Rencana ini, menurut Azis Setiawan, peneliti The Indonesia Economic Intelligence (Republika 21/3/2009), paling tidak membawa tiga wacana penting. Pertama, memasukkan ancaman hukuman bagi wajib zakat (muzaki) yang tidak menunaikan kewajibannya. Kedua, zakat bisa mengurangi besaran pajak yang akan merevisi ketentuan sebelumnya, di mana zakat hanya sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP). Ketiga, Badan Amil Zakat (BAZ) diusulkan menjadi satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia, dari tingkat nasional sampai desa/kelurahan.Terkait wacana ketiga, jika hal itu mulus, bagaimana keberadaan lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) yang didirikan oleh masyarakat dan jumlahnya menurut Forum Zakat mencapai 500 lembaga ( Republika , 5/2/2007).

Penting diketahui, berdasarkan UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga pengelola zakat terdiri atas Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, baik di tingkat nasional maupun provinsi hingga kecamatan. Sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ), adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah, untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama (Lihat Juklak Pembinaan Lembaga Pengelola Zakat, Depag RI, 2003).

Sejak keluarnya UU Pengelolaan Zakat, terdapat 18 LAZ nasional yang mendapat pengukuhan Menteri Agama. LAZ itu, yakni (1) Dompet Dhuafa, (2) Yayasan Amanah Takaful, (3) Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), (4) Yayasan Baitul Maal Muamalat, (5) Yayasan Dana Sosial Al Falah, (6) Yayasan Baitul Maal Hidayatullah, (7) LAZ Persatuan Islam (PERSIS), (8) Yayasan Baitul Maal Ummat Islam (BAMUIS) PT BNI (persero) tbk, (9) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, (10) LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (11) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, (12) LAZIS Muhammadiyah, (13) LAZ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (14) LAZ Yayasan Dopet Sosial Ummul Quro (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah Pertamina (BAZMA), (16) LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPUDT), (17) LAZ Nahdlatul Ulama (NU), dan (18) LAZ Ikatan Persaudaraan Haji (IPHI).

Melihat tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat, kita patut bergembira. Sebab, dengan adanya LAZ diharapkan tercapainya pendayagunaan zakat di masyarakat.Sekadar diketahui, berdasarkan potensi zakat yang dihitung oleh Eri Sudewo (aktivis lembaga zakat), jika 90 juta orang penduduk Muslim tergolong kaya dari 180 juta yang ada, potensi zakat umat Islam adalah antara Rp 7 triliun - Rp 19 triliun.Nah, jika umat Islam yang tergolong kaya itu dapat menyalurkan ZIS secara rutin melalui lembaga-lembaga zakat nasional yang ada, dapat dibayangkan besarnya kontribusi modal sosial umat Islam untuk pembangunan atau pengentasan kemiskinan.

Namun, di lain pihak, muncul pertanyaan, bagaimana profesionalisme pengelolaan LAZ tersebut? Di antaranya, sudahkah menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi? Sudahkah peduli dengan peningkatan SDM pengelola?Jamil Azzaini, manajer Kubik Leadership ( Republika 5/2/2007), menilai bahwa banyak di antara SDM pengelola zakat yang belum memiliki kualitas optimal. Untuk mencapai kualitas diperlukan tiga hal dasar, yaitu berkompeten ( kafaah ), amanah, dan memiliki etos kerja tinggi ( himmah ).

Sekalipun demikian, beberapa LAZ tampaknya mendekati tiga hal dasar tersebut, seperti Dompet Dhuafa (DD), Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Rumah Zakat Indonesia (RZI), dan Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPUDT).Di samping mendekati tiga dasar tersebut, LAZ ini memang dikelola secara profesional, terorganisasi, serta memiliki visi dan misi yang jelas.Dompet Dhuafa (DD) misalnya, mempunyai visi: ''Bertekad menumbuhkembangkan jiwa dan kemandirian masyarakat yang bertumpu pada sumber daya lokal melalui sistem yang berkeadilan.''

Sedangkan misinya: (1) Membangun diri menjadi lembaga yang berfungsi sebagai lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat. (2) Menumbuhkembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat. (3) Menumbuhkembangkan dan mendayagunakan aset masyarakat yang berbasis kekuatan sendiri. (4) Mengadvokasi paradigma ekonomi berkeadilan.
Bagaimana dengan PKPU? Visinya adalah menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian. Sedangkan misi kemanusiaannya, yakni (1) Mendayagunakan program rescue , rehabilitasi, dan pemberdayaan untuk mengembangkan kemandirian. (2) Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri. (3) Memberikan pelayanan informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat penerima manfaat ( beneficiaries ).

Adapun Rumah Zakat Indonesia (RZI) memiliki visi: Menjadi lembaga amil zakat taraf internasional yang unggul dan terpercaya. Sedangkan misinya: (1) Membangun kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan secara produktif. (2) Menyempurnakan kualitas pelayanan masyarakat melalui keunggulan insani.Memahami visi dan misi yang diusung LAZ di atas, tentunya termasuk visi dan misi LAZ lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu--menunjukkan bahwa LAZ milik masyarakat ini sangat peduli dengan persoalan kemiskinan yang dialami bangsa ini.Untuk menanggulangi kemiskinan, tidak cukup mengandalkan modal finansial dan modal manusia. Tetapi, perlu diperkuat dengan modal sosial. Melalui kekuatan modal sosial ini, diharapkan dapat meringankan beban pembangunan.

Fukuyama (1995; 1999) dalam Edi Suharto (2008) mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat norma atau nilai informal yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu kelompok, yang memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka. Kunci dari modal sosial adalah trust atau kepercayaan. Dengan trust , lanjut Fukuyama, orang-orang bisa bekerja sama dengan baik. Karena, ada kesediaan di antara mereka untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Trust bagaikan energi yang membuat kelompok masyarakat atau organisasi, dapat bertahan. Trust yang rendah mengakibatkan banyak energi terbuang karena dipergunakan untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan.

Berdasarkan definisi di atas, sesungguhnya keberadaan LAZ adalah mengelola trust atau kepercayaan. Melihat kecenderungan makin banyaknya umat Islam menyalurkan ZIS melalui LAZ milik masyarakat ini, menunjukkan makin tingginya kepercayaan umat Islam terhadap lembaga-lembaga tersebut. Hingga saat ini, belum terdengar adanya krisis kepercayaan dalam pengelolaannya.

Nah, jika LAZ milik masyarakat ini dibubarkan atau dibatasi fungsi dan perannya, seperti hanya menjadi unit pengumpul zakat, dapatkah Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah nantinya menggantikan fungsi dan peran LAZ milik masyarakat. Akankah BAZ tersebut dapat dipercaya oleh muzaki atau masyarakat? Mungkinkah LAZ milik masyarakat ini nantinya dilarang menjalankan fungsi dan perannya, termasuk LAZ milik Muhammadiyah dan NU, sementara mereka dipercaya oleh jamaahnya masing-masing.

Tidak ada komentar: