Selasa, 05 Mei 2009

Zakat Akan Jadi Kewajiban, Lembaga Amil Zakat Tak Ada Lagi

M Budi Santosa - Okezone

JAKARTA - Para wajib zakat atau muzakki, akan mendapat sanksi jika tidak membayar zakatnya. Membayar zakat akan menjadi suatu kewajiban.

Hal ini ditegaskan Dirjen Binmas Islam Prof Dr Nasaruddin Umar dalam perbincangan dengan wartawan di Kantor Depag, Jakarta, Selasa (5/5/2009).

''Dalam konsep revisi UU Zakat, nanti zakat tidak lagi atas dasar kesadaran muzakki, namun akan menjadi suatu kewajiban dan ada sanksinya,'' tegas Nasaruddin.

Selain itu menurut Nasaruddin, pihaknya berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat akan semakin rapi jika dikelola satu jendela. ''Kami punya konsep sendiri. Sebagai pemerintah, kami tetap berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat semakin rapi kalau diurus oleh satu pintu, seperti di negara-negara lain. Tapi untuk sampai ke situ kita perlu batas-batas akomodasi toleransi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang tadinya dikelola oleh masjid-masjid, pondok pesantren, kiai-kiai, tiba-tiba kita akan mengambil semuanya menjadi sentralisasi, diatur oleh negara, kita juga tidak ingin seperti itu, tapi ada road mapnya. Ada target jangka menengah, jangka panjang,'' papar Nasaruddin.

''Pemerintah melalui Departemen Agama, saat ini tengah mengajukan usulan revisi UU no 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,'' ucap Nasaruddin. Menurutnya, sejak diundangkan, pengelolaan zakat di Indonesia belum menunjukkan hasil maksimal dan memuaskan.

Selain akan mengatur sanksi, dalam usulan revisi UU zakat tersebut dirumuskan bahwa Badan Amil zakat merupakan satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional hingga tingkat kelurahan/desa. ''Tidak ada lagi Lembaga Amil Zakat sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU itu. Ketentuan tertsebut selama ini telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam pengelolaan zakat karena banyaknya lembaga pengelola zakat. Sehingga potensi zakat yang sangat besar itu belum dapat memberikan manfaat yang signifikan,'' ungkap Nasaruddin.

Ditambahkannya, peranserta masyarakat dapat dilakukan dengan cara membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) atau menjadi pengurus Badan Amil Zakat di semua tingkatan.

Dalam konsep revisi itu pula menurut Nasaruddin, dirumuskan bahwa zakat dapat mengurangi pajak. Artinya, pembayaran zakat akan diperhitungkan sebagai pembayaran zakat. ''Jadi tidak perlu lagi misalnya membayar pajak seratus persen, jika dia sudah membayar zakat,'' papar Nasaruddin.

Potensi Besar Wakaf Tunai

Pada kesempatan itu, Nasaruddin juga mengungkapkan betapa besarnya potensi wakaf tunai. ''Persoalan umat itu bukan persoalan dana, tapi soal kreasi-kreasi. Misalnya melalui wakaf. Kita di sini seolah sokoguru kita sebagai dana umat itu zakat. Padahal ada wakaf dan sekarang bisa wakaf tunai. Ini potensi luar biasa yang masih tidur,'' kata Nasaruddin. Bila wakaf tunai ini diefektifkan, menurut Nasaruddin, tentunya pemerintah tidak perlu lagi meminjam-minjam dana dari pihak asing seperti IMF.

''Kita kembangkan sekarang ini, UU-nya sudah lahir, sudah ada PP-nya dan sekarang sedang digodok Peraturan Menterinya, sebentar lagi keluar. Insya Allah wakaf produktif dan wakaf tunai ini ke depan akan menjadi sesuatu yang menjanjikan. Presiden juga sangat apresiate terhadap gagasan ini,'' ungkap Nasaruddin (mbs)

Jumat, 01 Mei 2009

Meluruskan Kisah Nabi Ibrahim



Oleh Alvian Iqbal Zahasfan(Ketua Umum SYAHAMAH)Pekan lalu, Islam Digest di Republika edisi Ahad, 12 April 2009, mengangkat tema Namrud. Di dalamnya, diceritakan tentang seorang raja cerdas yang lalim. Sebagaimana diketahui bahwa Raja Namrud bin Kan'an bin Kusy bin Sam bin Nuh adalah Raja Babilonia (2275-1943 SM) yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim.Dalam kolom tersebut juga diceritakan sepak terjang Nabi Ibrahim ketika menghadapi orang tua dan kaumnya, termasuk Raja Namrud yang musyrik. Sangat menarik untuk dibaca guna menambah wawasan. Namun sayang, menurut hemat penulis ada uraian tentang Nabi Ibrahim yang sangat berbahaya bagi kelestarian akidah umat Islam dan karenanya mendesak untuk diluruskan. Bahwa sebagaimana dikisahkan dalam Alquran, Ibrahim AS telah melakukan pencarian siapa Tuhan sebenarnya. Saat menyaksikan bintang, Ibrahim mengira itulah tuhannya. Demikian pula saat melihat bulan pada malam hari dan matahari di siang hari, Ibrahim mengira itulah tuhannya. Namun, ketika pada waktu-waktu tertentu, bintang, bulan, dan matahari itu tenggelam, Ibrahim mengeluh dan mencari Tuhan yang menciptakan bintang, bulan, dan matahari, yakni Allah SWT. Dan, ia percaya, tidak ada tuhan selain Allah yang menciptakan langit dan bumi . Asumsi yang perlu diluruskan di sini adalah--sebagaimana beredar di kalangan awam bahkan intelektual--kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan. Asumsi ini menggambarkan bahwa Nabi Ibrahim beriman dengan cara berpikir terlebih dahulu; siapa yang berhak untuk dijadikan sebagai Tuhannya. Hal ini menyatakan bahwa ia pernah ateis (tidak bertuhan/kebingungan mencari Tuhan) atau musyrik karena mengikrarkan ketuhanan bintang, bulan, dan matahari.Pada kenyataannya, sesungguhnya kisah Nabi Ibrahim bukanlah seperti asumsi yang beredar selama ini bahwa Nabi Ibrahim adalah Bapak Monoteisme pertama karena petualangannya mencari Tuhan. Oleh karena itu, laik untuk dicermati dan disimak arti QS Al-An'am ayat 75-80 sebagai berikut: Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin (75) Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ''Inilah Tuhanku''. Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, ''Aku tidak...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.