M Budi Santosa - Okezone
JAKARTA - Para wajib zakat atau muzakki, akan mendapat sanksi jika tidak membayar zakatnya. Membayar zakat akan menjadi suatu kewajiban.
Hal ini ditegaskan Dirjen Binmas Islam Prof Dr Nasaruddin Umar dalam perbincangan dengan wartawan di Kantor Depag, Jakarta, Selasa (5/5/2009).
''Dalam konsep revisi UU Zakat, nanti zakat tidak lagi atas dasar kesadaran muzakki, namun akan menjadi suatu kewajiban dan ada sanksinya,'' tegas Nasaruddin.
Selain itu menurut Nasaruddin, pihaknya berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat akan semakin rapi jika dikelola satu jendela. ''Kami punya konsep sendiri. Sebagai pemerintah, kami tetap berkeyakinan bahwa pengelolaan zakat semakin rapi kalau diurus oleh satu pintu, seperti di negara-negara lain. Tapi untuk sampai ke situ kita perlu batas-batas akomodasi toleransi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang tadinya dikelola oleh masjid-masjid, pondok pesantren, kiai-kiai, tiba-tiba kita akan mengambil semuanya menjadi sentralisasi, diatur oleh negara, kita juga tidak ingin seperti itu, tapi ada road mapnya. Ada target jangka menengah, jangka panjang,'' papar Nasaruddin.
''Pemerintah melalui Departemen Agama, saat ini tengah mengajukan usulan revisi UU no 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,'' ucap Nasaruddin. Menurutnya, sejak diundangkan, pengelolaan zakat di Indonesia belum menunjukkan hasil maksimal dan memuaskan.
Selain akan mengatur sanksi, dalam usulan revisi UU zakat tersebut dirumuskan bahwa Badan Amil zakat merupakan satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional hingga tingkat kelurahan/desa. ''Tidak ada lagi Lembaga Amil Zakat sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU itu. Ketentuan tertsebut selama ini telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam pengelolaan zakat karena banyaknya lembaga pengelola zakat. Sehingga potensi zakat yang sangat besar itu belum dapat memberikan manfaat yang signifikan,'' ungkap Nasaruddin.
Ditambahkannya, peranserta masyarakat dapat dilakukan dengan cara membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) atau menjadi pengurus Badan Amil Zakat di semua tingkatan.
Dalam konsep revisi itu pula menurut Nasaruddin, dirumuskan bahwa zakat dapat mengurangi pajak. Artinya, pembayaran zakat akan diperhitungkan sebagai pembayaran zakat. ''Jadi tidak perlu lagi misalnya membayar pajak seratus persen, jika dia sudah membayar zakat,'' papar Nasaruddin.
Potensi Besar Wakaf Tunai
Pada kesempatan itu, Nasaruddin juga mengungkapkan betapa besarnya potensi wakaf tunai. ''Persoalan umat itu bukan persoalan dana, tapi soal kreasi-kreasi. Misalnya melalui wakaf. Kita di sini seolah sokoguru kita sebagai dana umat itu zakat. Padahal ada wakaf dan sekarang bisa wakaf tunai. Ini potensi luar biasa yang masih tidur,'' kata Nasaruddin. Bila wakaf tunai ini diefektifkan, menurut Nasaruddin, tentunya pemerintah tidak perlu lagi meminjam-minjam dana dari pihak asing seperti IMF.
''Kita kembangkan sekarang ini, UU-nya sudah lahir, sudah ada PP-nya dan sekarang sedang digodok Peraturan Menterinya, sebentar lagi keluar. Insya Allah wakaf produktif dan wakaf tunai ini ke depan akan menjadi sesuatu yang menjanjikan. Presiden juga sangat apresiate terhadap gagasan ini,'' ungkap Nasaruddin (mbs)